Senin, 26 Juli 2010

PUIL 2000 (PERSYARATAN UMUM INSTALASI LISTRIK)

Sejarah Singkat PUIL

Peraturan instalasi listrik yang pertama kali digunakan sebagai pedoman beberapa instansi yang berkaitan dengan instalasi listrik adalah AVE (Algemene Voorschriften voor Electrische Sterkstroom Instalaties) yang diterbitkan sebagai Norma N 2004 oleh Dewan Normalisasi Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian AVE N 2004 ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan pada tahun 1964 sebagai Norma Indonesia NI6 yang kemudian dikenal sebagai Peraturan Umum Instalasi Listrik disingkat PUIL 1964, yang merupakan penerbitan pertama dan PUIL 1977 dan PUIL 1987 adalah penerbitan PUIL yang kedua dan ketiga yang merupakan hasil penyempurnaan atau revisi dari PUIL sebelumnya, maka PUIL 2000 ini merupakan terbitan ke 4.

Jika dalam penerbitan PUIL 1964, 1977 dan 1987 nama buku ini adalah Peraturan Umum Instalasi Listrik, maka pada penerbitan sekarang tahun 2000, namanya menjadi Persyaratan Umum Instalasi Listrik dengan tetap mempertahankan singkatannya yang sama yaitu PUIL.

Penggantian dari kata “Peraturan” menjadi “Persyaratan” dianggap lebih tepat karena pada perkataan “peraturan” terkait pengertian adanya kewajiban untuk mematuhi ketentuannya dan sangsinya. Sebagaimana diketahui sejak AVE sampai dengan PUIL 1987 pengertian kewajiban mematuhi ketentuan dan sangsinya tidak diberlakukan sebab isinya selain mengandung hal-hal yang dapat dijadikan peraturan juga mengandung rekomendasi ataupun ketentuan atau persyaratan teknis yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan instalasi listrik.

Sejak dilakukannya penyempurnaan PUIL 1964, publikasi atau terbitan standar IEC (International Electrotechnical Commission) khususnya IEC 60364 menjadi salah satu acuan utama disamping standar internasional lainnya. Juga dalam terbitan PUIL 2000, usaha untuk lebih mengacu IEC ke dalam PUIL terus dilakukan, walaupun demikian dari segi kemanfaatan atau kesesuaian dengan keadaan di Indonesia beberapa ketentuan mengacu pada standar dari NEC (National Electric Code), VDE (Verband Deutscher Elektrotechniker) dan SAA (Standards Association Australia).

PUIL 2000 merupakan hasil revisi dari PUIL 1987, yang dilaksanakan oleh Panitia Revisi PUIL 1987 yang ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi dalam Surat Keputusan Menteri No:24-12/40/600.3/1999, tertanggal 30 April 1999 dan No:51-12/40/600.3/1999, tertanggal 20 Agustus 1999. Anggota Panitia Revisi PUIL tersebut terdiri dari wakil dari berbagai Departemen seperti DEPTAMBEN, DEPKES, DEPNAKER, DEPERINDAG, BSN, PT PLN, PT Pertamina, YUPTL, APPI, AKLI, INKINDO, APKABEL, APITINDO, MKI, HAEI, Perguruan Tinggi ITB, ITI, ISTN, UNTAG, STTY-PLN, PT Schneider Indonesia dan pihak pihak lain yang terkait.

Bagian 1 dan Bagian 2 tentang Pendahuluan dan Persyaratan dasar merupakan padanan dari IEC 364-1 Part 1 dan Part 2 tentang Scope, Object Fundamental Principles and Definitions.

Bagian 3 tentang Proteksi untuk keselamatan banyak mengacu pada IEC 60364 Part 4 tentang Protection for safety. Bahkan istilah yang berkaitan dengan tindakan proteksi seperti SELV yang bahasa Indonesianya adalah tegangan extra rendah pengaman digunakan sebagai istilah baku, demikian pula istilah PELV dan FELV. PELV adalah istilah SELV yang dibumikan sedangkan FELV adalah sama dengan tegangan extra rendah fungsional. Sistem kode untuk menunjukan tingkat proteksi yang diberikan oleh selungkup dari sentuh langsung ke bagian yang berbahaya, seluruhnya diambil dari IEC dengan kode IP (International Protection). Demikian pula halnya dengan pengkodean jenis sistem pembumian. Kode TN mengganti kode PNP dalam PUIL 1987, demikian juga kode TT untuk kode PP dan kode IT untuk kode HP.

Bagian 4 tentang Perancangan instalasi listrik, dalam IEC 60364 Part 3 yaitu Assessment of General Characteristics, tetapi isinya banyak mengutip dari SAA Wiring Rules dalam section General Arrangement tentang perhitungan kebutuhan maksimum dan penentuan jumlah titik sambung pada sirkit akhir.

Bagian 5 tentang Perlengkapan Listrik mengacu pada IEC 60364 Part 5: Selection and erection of electrical equipment dan standar NEC.

Bagian 6 tentang Perlengkapan hubung bagi dan kendali (PHB) serta komponennya merupakan pengembangan Bab 6 PUIL 1987 dengan ditambah unsur unsur dari NEC.

Bagian 7 tentang Penghantar dan pemasangannya tidak banyak berubah dari Bab 7 PUIL 1987. Perubahan yang ada mengacu pada IEC misalnya cara penulisan kelas tegangan dari penghantar. Ketentuan dalam Bagian 7 ini banyak mengutip dari standar VDE. Dan hal hal yang berkaitan dengan tegangan tinggi dihapus.

Bagian 8 tentang Ketentuan untuk berbagai ruang dan instalasi khusus merupakan pengembangan dari Bab 8 PUIL 1987. Dalam PUIL 2000 dimasukkan pula klarifikasi zona yang diambil dari IEC, yang berpengaruh pada pemilihan dari perlengkapan listrik dan cara pemasangannya di berbagai ruang khusus. Ketentuan dalam Bagian 8 ini merupakan bagian dari IEC 60364 Part 7, Requirements for special installations or locations.

Bagian 9 meliputi Pengusahaan instalasi listrik. Pengusahaan dimaksudkan sebagai perancangan, pembangunan, pemasangan, pelayanan, pemeliharaan, pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik serta proteksinya. Di IEC 60364, pemeriksaan dan pengujian awal instalasi listrik dibahas dalam Part 6: Verification. PUIL 2000 berlaku untuk instalasi listrik dalam bangunan dan sekitarnya untuk tegangan rendah sampai 1000 V a.b dan 1500 V a.s, dan gardu transformator distribusi tegangan menengah sampai dengan 35 kV. Ketentuan tentang transformator distribusi tegangan menengah mengacu dari NEC 1999.

Pembagian dalam sembilan bagian dengan judulnya pada dasarnya sama dengan bagian yang sama pada PUIL 1987. PUIL 2000 tidak menyebut pembagiannya dalam Pasal, Subpasal, Ayat atau Subayat. Pembedaan tingkatnya dapat dilihat dari sistim penomorannya dengan digit. Contohnya Bagian 4, dibagi dalam 4.1; 4.2; dan seterusnya, sedangkan 4.2 dibagi dalam 4.2.1 sampai dengan 4.2.9 dibagi lagi dalam 4.2.9.1 sampai dengan 4.2.9.4. Jadi untuk menunjuk kepada suatu ketentuan, cukup dengan menuliskan nomor dengan jumlah digitnya.

Seperti halnya pada PUIL 1987, PUIL 2000 dilengkapi pula dengan indeks dan lampiran lampiran lainnya pada akhir buku. Lampiran mengenai pertolongan pertama pada korban kejut listrik yang dilakukan dengan pemberian pernapasan bantuan, diambilkan dari standar SAA, berbeda dengan PUIL 1987.

Untuk menampung perkembangan di bidang instalasi listrik misalnya karena adanya ketentuan baru dalam IEC yang dipandang penting untuk dimasukkan dalam PUIL, atau karena adanya saran, tanggapan dari masyarakat pengguna PUIL, maka dikandung maksud bila dipandang perlu akan menerbitkan amandemen pada PUIL 2000. Untuk menangani hal hal tersebut telah dibentuk Panitia Tetap PUIL. Panitia Tetap PUIL dapat diminta pendapatnya jika terdapat ketidakjelasan dalam memahami dan menerapkan ketentuan PUIL 2000. Untuk itu permintaan penjelasan dapat ditujukan kepada Panitia Tetap PUIL.

PUIL 2000 ini diharapkan dapat memenuhi keperluan pada ahli dan teknisi dalam melaksanakan tugasnya sebagai perancang, pelaksana, pemilik instalasi listrik dan para inspektor instalasi listrik. Meskipun telah diusahakan sebaik-baiknya, panitia revisi merasa bahwa dalam persyaratan ini mungkin masih terdapat kekurangannya. Tanggapan dan saran untuk perbaikan persyaratan ini sangat diharapkan.

PUIL 2000 ini tidak mungkin terwujud tanpa kerja keras dari seluruh anggota Panitia Revisi PUIL 1987, dan pihak pihak terkait lainnya yang telah memberikan berbagai macam bantuan baik dalam bentuk tenaga, pikiran, sarana maupaun dana sehingga PUIL 2000 dapat diterbitkan dalam bentuknya yang sekarang. Atas segala bantuan tersebut Panitia Revisi PUIL mengucapkan terima kasih sebesar besarnya.

Jakarta, Desember 2000
Panitia Revisi PUIL

Silahkan download PUIL 2000 beserta amandemennya, di link bawah ini:

- PUIL 2000 - 1,89 MB
http://www.ziddu.com/download/2894910/PUIL%202000.pdf.html

- Amandemen PUIL 2000 - 638,95 kB
http://www.ziddu.com/download/2894441/Amandemen%20PUIL%202000.pdf.html

Sistem Tenaga Listrik.

Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen, seperti dijelaskan pada artikel sebelumnya Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah:
1) pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan
2) merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi.

Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik besar dengan tegangan dari 11 kV sampai 24 kV dinaikan tegangannya oleh gardu induk dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kV ,154kV, 220kV atau 500kV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (I kwadrat R). Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya juga akan kecil pula.

Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan.

Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai tegangan yang sangat tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya, selain menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat bagian-bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.

Pengelompokan Jaringan Distribusi Tenaga Listrik

Gambar 1. Konfigurasi Sistem Tenaga Listrik.

Untuk kemudahan dan penyederhanaan, lalu diadakan pembagian serta pembatasan-pembatasan seperti pada Gambar diatas:
Daerah I : Bagian pembangkitan (Generation)
Daerah II : Bagian penyaluran (Transmission) , bertegangan tinggi (HV,UHV,EHV)
Daerah III : Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (6 atau 20kV).
Daerah IV : (Di dalam bangunan pada beban/konsumen), Instalasi, bertegangan rendah.

Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka diketahui bahwa porsi materi Sistem Distribusi adalah Daerah III dan IV, yang pada dasarnya dapat dikelasifikasikan menurut beberapa cara, bergantung dari segi apa klasifikasi itu dibuat. Dengan demikian ruang lingkup Jaringan Distribusi adalah:
a. SUTM, terdiri dari : Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor dan peralatan perlengkapannya, serta peralatan pengaman dan pemutus.
b. SKTM, terdiri dari : Kabel tanah, indoor dan outdoor termination dan lain-lain.
c. Gardu trafo, terdiri dari : Transformator, tiang, pondasi tiang, rangka tempat trafo, LV panel, pipa-pipa pelindung, Arrester, kabel-kabel, transformer band, peralatan grounding,dan lain-lain.
d. SUTR dan SKTR, terdiri dari: sama dengan perlengkapan/material pada SUTM dan SKTM. Yang membedakan hanya dimensinya.

Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik

Secara umum, saluran tenaga Listrik atau saluran distribusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Menurut nilai tegangannya:
a. Saluran distribusi Primer, Terletak pada sisi primer trafo distribusi, yaitu antara titik Sekunder trafo substation (Gardu Induk) dengan titik primer trafo distribusi. Saluran ini bertegangan menengah 20 kV. Jaringan listrik 70 kV atau 150 kV, jika langsung melayani pelanggan, bisa disebut jaringan distribusi.
b. Saluran Distribusi Sekunder, Terletak pada sisi sekunder trafo distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju beban (Lihat Gambar 2-2)

2. Menurut bentuk tegangannya:
a. Saluran Distribusi DC (Direct Current) menggunakan sistem tegangan searah.
b. Saluran Distribusi AC (Alternating Current) menggunakan sistem tegangan bolak-balik.

3. Menurut jenis/tipe konduktornya:
a. Saluran udara, dipasang pada udara terbuka dengan bantuan penyangga (tiang) dan perlengkapannya, dan dibedakan atas:
- Saluran kawat udara, bila konduktornya telanjang, tanpa isolasi pembungkus.
- Saluran kabel udara, bila konduktornya terbungkus isolasi.
b. Saluran Bawah Tanah, dipasang di dalam tanah, dengan menggunakan kabel tanah (ground cable).
c. Saluran Bawah Laut, dipasang di dasar laut dengan menggunakan kabel laut (submarine cable)

4. Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:
a. Saluran Konfigurasi horizontal, bila saluran fasa terhadap fasa yang lain/terhadap netral, atau saluran positip terhadap negatip (pada sistem DC) membentuk garis horisontal.

b. Saluran Konfigurasi Vertikal, bila saluran-saluran tersebut membentuk garis vertikal .

c. Saluran konfigurasi Delta, bila kedudukan saluran satu sama lain membentuk suatu segitiga (delta).


5. Menurut Susunan Rangkaiannya
Dari uraian diatas telah disinggung bahwa sistem distribusi di bedakan menjadi dua yaitu sistem distribusi primer dan sistem distribusi sekunder.
a. Jaringan Sistem Distribusi Primer,
Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu induk distribusi ke pusat-pusat beban. Sistem ini dapat menggunakan saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat keandalan yang diinginkan dan kondisi serta situasi lingkungan. Saluran distribusi ini direntangkan sepanjang daerah yang akan di suplai tenaga listrik sampai ke pusat beban.

Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi primer, yaitu:
- Jaringan Distribusi Radial, dengan model: Radial tipe pohon, Radial dengan tie dan switch pemisah, Radial dengan pusat beban dan Radial dengan pembagian phase area.
- Jaringan distribusi ring (loop), dengan model: Bentuk open loop dan bentuk Close loop.
- Jaringan distribusi Jaring-jaring (NET)
- Jaringan distribusi spindle
- Saluran Radial Interkoneksi

b. Jaringan Sistem Distribusi Sekunder,
Sistem distribusi sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu distribusi ke beban-beban yang ada di konsumen. Pada sistem distribusi sekunder bentuk saluran yang paling banyak digunakan ialah sistem radial. Sistem ini dapat menggunakan kabel yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi. Sistem ini biasanya disebut sistem tegangan rendah yang langsung akan dihubungkan kepada konsumen/pemakai tenaga listrik dengan melalui peralatan-peralatan sbb:
- Papan pembagi pada trafo distribusi,
- Hantaran tegangan rendah (saluran distribusi sekunder).
- Saluran Layanan Pelanggan (SLP) (ke konsumen/pemakai)
- Alat Pembatas dan pengukur daya (kWh meter) serta fuse atau pengaman pada pelanggan.

gambar 2. Komponen Sistem Distribusi

Tegangan Sistem Distribusi Sekunder

Ada bermacam-macam sistem tegangan distribusi sekunder menurut standar; (1) EEI : Edison Electric Institut, (2) NEMA (National Electrical Manufactures Association). Pada dasarnya tidak berbeda dengan sistem distribusi DC, faktor utama yang perlu diperhatikan adalah besar tegangan yang diterima pada titik beban mendekati nilai nominal, sehingga peralatan/beban dapat dioperasikan secara optimal. Ditinjau dari cara pengawatannya, saluran distribusi AC dibedakan atas beberapa macam tipe dan cara pengawatan, ini bergantung pula pada jumlah fasanya, yaitu:
1. Sistem satu fasa dua kawat 120 Volt
2. Sistem satu fasa tiga kawat 120/240 Volt
3. Sistem tiga fasa empat kawat 120/208 Volt
4. Sistem tiga fasa empat kawat 120/240 Volt
5. Sistem tiga fasa tiga kawat 240 Volt
6. Sistem tiga fasa tiga kawat 480 Volt
7. Sistem tiga fasa empat kawat 240/416 Volt
8. Sistem tiga fasa empat kawat 265/460 Volt
9. Sistem tiga fasa empat kawat 220/380 Volt

Di Indonesia dalam hal ini PT. PLN menggunakan sistem tegangan 220/380 Volt. Sedang pemakai listrik yang tidak menggunakan tenaga listrik dari PT. PLN, menggunakan salah satu sistem diatas sesuai dengan standar yang ada. Pemakai listrik yang dimaksud umumnya mereka bergantung kepada negara pemberi pinjaman atau dalam rangka kerja sama, dimana semua peralatan listrik mulai dari pembangkit (generator set) hingga peralatan kerja (motor-motor listrik) di suplai dari negara pemberi pinjaman/kerja sama tersebut. Sebagai anggota, IEC (International Electrotechnical Comission), Indonesia telah mulai menyesuaikan sistem tegangan menjadi 220/380 Volt saja, karena IEC sejak tahun 1967 sudah tidak mencantumkan lagi tegangan 127 Volt. (IEC Standard Voltage pada Publikasi nomor 38 tahun 1967 halaman 7 seri 1 tabel 1).

Diagram rangkaian sisi sekunder trafo distribusi terdiri dari:
1. Sistem distribusi satu fasa dengan dua kawat, Tipe ini merupakan bentuk dasar yang paling sederhana, biasanya digunakan untuk melayani penyalur daya berkapasitas kecil dengan jarak pendek, yaitu daerah perumahan dan pedesaan.
2. Sistem distribusi satu fasa dengan tiga kawat, Pada tipe ini, prinsipnya sama dengan sistem distribusi DC dengan tiga kawat, yang dalam hal ini terdapat dua alternatif besar tegangan. Sebagai saluran “netral” disini dihubungkan pada tengah belitan (center-tap) sisi sekunder trafo, dan diketanahkan, untuk tujuan pengamanan personil. Tipe ini untuk melayani penyalur daya berkapasitas kecil dengan jarak pendek, yaitu daerah perumahan dan pedesaan.
3. Sistem distribusi tiga fasa empat kawat tegangan 120/240 Volt, Tipe ini untuk melayani penyalur daya berkapasitas sedang dengan jarak pendek, yaitu daerah perumahan pedesaan dan perdagangan ringan, dimana terdapat dengan beban 3 fasa.
4. Sistem distribusi tiga fasa empat kawat tegangan 120/208 Volt.
5. Sistem distribusi tiga fasa dengan tiga kawat, Tipe ini banyak dikembangkan secara ekstensif. Dalam hal ini rangkaian tiga fasa sisi sekunder trafo dapat diperoleh dalam bentuk rangkaian delta (segitiga) ataupun rangkaian wye (star/bintang). Diperoleh dua alternatif besar tegangan, yang dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan adanya pembagian seimbang antara ketiga fasanya. Untuk rangkaian delta tegangannya bervariasi yaitu 240 Volt, dan 480 Volt. Tipe ini dipakai untuk melayani beban-beban industri atau perdagangan.
6. Sistem distribusi tiga fasa dengan empat kawat, Pada tipe ini, sisi sekunder (output) trafo distribusi terhubung star,dimana saluran netral diambil dari titik bintangnya. Seperti halnya padasistem tiga fasa yang lain, di sini perlu diperhatikan keseimbangan beban antara ketiga fasanya, dan disini terdapat dua alternatif besar tegangan.

Tap changer
Tap changer adalah alat perubah perbandingan transformasi untuk mendapatkan tegangan operasi sekunder yang lebih baik (diinginkan) dari tegangan jaringan / primer yang berubah-ubah.

Untuk memenuhi kualitas tegangan pelayanan sesuai kebutuhan konsumen (PLN Distribusi), tegangan keluaran (sekunder) transformator harus dapat dirubah sesuai keinginan. Untuk memenuhi hal tersebut, maka pada salah satu atau pada kedua sisi belitan transformator dibuat tap (penyadap) untuk merubah perbandingan transformasi (rasio) trafo.

Ada dua cara kerja tap changer:
1. Mengubah tap dalam keadaan trafo tanpa beban. Tap changer yang hanya bisa beroperasi untuk memindahkan tap transformator dalam keadaan transformator tidak berbeban, disebut “Off Load Tap Changer” dan hanya dapat dioperasikan manual (Gambar 1).

2. Mengubah tap dalam keadaan trafo berbeban. Tap changer yang dapat beroperasi untuk memindahkan tap transformator, dalam keadaan transformator berbeban, disebut “On Load Tap Changer (OLTC)” dan dapat dioperasikan secara manual atau otomatis (Gambar 2).

Transformator yang terpasang di gardu induk pada umumnya menggunakan tap changer yang dapat dioperasikan dalam keadaan trafo berbeban dan dipasang di sisi primer. Sedangkan transformator penaik tegangan di pembangkit atau pada trafo kapasitas kecil, umumnya menggunakan tap changer yang dioperasikan hanya pada saat trafo tenaga tanpa beban.

OLTC terdiri dari :
1. Selector Switch
2. diverter switch
3. transisi resistor

Untuk mengisolasi dari bodi trafo (tanah) dan meredam panas pada saat proses perpindahan tap, maka OLTC direndam di dalam minyak isolasi yang biasanya terpisah dengan minyak isolasi utama trafo (ada beberapa trafo yang compartemennya menjadi satu dengan main tank).

Karena pada proses perpindahan hubungan tap di dalam minyak terjadi fenomena elektris, mekanis, kimia dan panas, maka minyak isolasi OLTC kualitasnya akan cepat menurun. tergantung dari jumlah kerjanya dan adanya kelainan di dalam OLTC. 

PROSES TERJADINYA BUSUR API PADA CIRCUIT BREAKER 

Pada waktu pemutusan atau penghubungan suatu rangkaian sistem tenaga listrik maka pada PMT (circuit breaker) akan terjadi busur api, hal tersebut terjadi karena pada saat kontak PMT dipisahkan , beda potensial diantara kontak akan menimbulkan medan elektrik diantara kontak tersebut, seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.

Arus yang sebelumnya mengalir pada kontak akan memanaskan kontak dan menghasilkan emisi thermis pada permukaan kontak. Sedangkan medan elektrik menimbulkan emisi medan tinggi pada kontak katoda (K). Kedua emisi ini menghasilkan elektron bebas yang sangat banyak dan bergerak menuju kontak anoda (A). Elektron-elektron ini membentur molekul netral media isolasi dikawasan positif, benturan-benturan ini akan menimbulkan proses ionisasi. Dengan demikian, jumlah elektron bebas yang menuju anoda akan semakin bertambah dan muncul ion positif hasil ionisasi yang bergerak menuju katoda, perpindahan elektron bebas ke anoda menimbulkan arus dan memanaskan kontak anoda.

Ion positif yang tiba di kontak katoda akan menimbulkan dua efek yang berbeda. Jika kontak terbuat dari bahan yang titik leburnya tinggi, misalnya tungsten atau karbon, maka ion positif akan akan menimbulkan pemanasan di katoda. Akibatnya, emisi thermis semakin meningkat. Jika kontak terbuat dari bahan yang titik leburnya rendah, misal tembaga, ion positif akan menimbulkan emisi medan tinggi. Hasil emisi thermis ini dan emisi medan tinggi akan melanggengkan proses ionisasi, sehingga perpindahan muatan antar kontak terus berlangsung dan inilah yang disebut busur api.



Untuk memadamkan busur api tersebut perlu dilakukan usaha-usaha yang dapat menimbulkan proses deionisasi, antara lain dengan cara sebagai berikut:

1. Meniupkan udara ke sela kontak, sehingga partikel-partikel hasil ionisai dijauhkan dari sela kontak.
2. Menyemburkan minyak isolasi kebusur api untuk memberi peluang yang lebih besar bagi proses rekombinasi.
3. Memotong busur api dengan tabir isolasi atau tabir logam, sehingga memberi peluang yang lebih besar bagi proses rekombinasi.
4. Membuat medium pemisah kontak dari gas elektronegatif, sehingga elektron-elektron bebas tertangkap oleh molekul netral gas tersebut.

Jika pengurangan partikel bermuatan karena proses deionisasi lebih banyak daripada penambahan muatan karena proses ionisasi, maka busur api akan padam. Ketika busur api padam, di sela kontak akan tetap ada terpaan medan elektrik. Jika suatu saat terjadi terpaan medan elektrik yang lebih besar daripada kekuatan dielektrik media isolasi kontak, maka busur api akan terjadi lagi.



CONTOH MENENTUKAN SAMBUNGAN TRAFO DAYA 

1. Sambungan untuk vector group Yy6.

(klik gambar untuk melihat lebih jelas)

- Sambungan sisi primer A2 , B2 , C2.

- Sambungan vector a1 , a2 , b1 , b2 , c1 , c2 sedemikian sehingga searah dengan r , s , t , yaitu a1 b1 c1 diganti.

- Sambungan kumparan sekunder sesuai dengan hubungan vector sisi sekunder.

2. Sambungan untuk vector group Yd1.

(klik gambar untuk melihat lebih jelas)

- Sambungan sisi primer A2 , B2 , C2.

- Hubungkan vector a2 a1 , b2 b1 , c2 c1 , membentuk sebangun dan searah dengan r, s, t ; yaitu a2 b1 , b2 c2 , c2 a1 .

- Sambungan kumparan sekunder sesuai dengan hubungan vector sisi sekunder.

Rabu, 21 Juli 2010

RPP MENGOPERASIKAN SISTEM KENDALI ELEKTRONIKA DAYA

SEKOLAH : SMK NEGERI 1 CIKANDE
MATA PELAJARAN : KOMPETENSI KEJURUAN
(Pengendali Instalasi Listrik Penerangan dan Tenaga Secara Elektronik)
PROGRAM KEAHLIAN : TEKNIK LISTRIK INDUSTRI
KELAS / SEMESTER : XII / 5
STANDAR KOMPETENSI : Memasang dan mengoperasikan Sistem Pengendali Motor Listrik
PERTEMUAN KE : 1 dan 2
ALOKASI WAKTU : 6 x @ 45 menitRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )


A. Kompetensi dasar :
 Merangkai macam-macam rangkaian pengendali elektronika daya


B. Indikator :
 Merangkai rangkaian pengendali motor dengan sensor thermistor


C. Tujuan Pembelajaran :
 Siswa dapat menggunakan peralatan bengkel
 Siswa dapat menggunakan kontaktor
 Siswa dapat menggunakan tombol pushbutton
 Siswa dapat menggunakan motor listrik
 Siswa dapat menggunakan MCB
 Siswa dapat menggunakan Sensor photo thermistor
 Siswa dapat merangkai pengendali motor dengan sensor photo thermistor

D. Materi Pembelajaran :
 merangkai pengendali motor dengan sensor thermistor

E. Metode Pembelajaran :
 Ceramah
 Diskusi / Tanya Jawab
 Demonstrasi
 Pemberian tugas

F. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran :
25. Kegiatan awal
a) Guru mengajak siswa untuk berdo’a
b) Guru memeriksa kesiapan tempat pembelajaran ( kebersihan dan kenyamanan ) serta mengecek presensi siswa
c) Guru memberikan motivasi siswa pada materi pembelajaran
d) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran



26. Kegiatan Inti
a) Kegiatan Penyajian materi Pembelajaran
1) Menggambar rangkaian pengendali motor menggunakan dengan sensor thermistor di papan tulis
2) Merangkai rangkaian pengendali motor listrik menggunakan thermistor


b) Kegiatan Siswa
1) Menyimak/merespon serta mencatat penjelasan guru
2) Merangkai pengendali motor listrik listrik dengan sensor thermistor
3) Melakukan praktek
4) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru
27. Kegiatan Akhir
a) Menyimpulkan isi materi pelajaran yang telah dibahas
b) Informasi materi pelajaran yang akan dipelajari pada pertemuan berikut
c) Berdo’a penutup

G. Sumber dan Media Belajar
28. Sumber Belajar
a) Buku : - Modul Elektronika Analog Depdiknas th 2003
- Modul Sensor dan Tranduser Depdiknas th 2008

b) Alat-alat Perkakas: - Magnetik kontaktor
- Push button
- Kabel NYA
- Motor listrik
- Sensor thermistor

2. Media Belajar : - Papan tulis, kapur tulis
- Wall Chart

H. Evaluasi / Penilaian :


Serang, 14 Juli 2009
Mengetahui :
Kepala SMK Negeri 1 Cikande Guru mata Pelajaran




Drs. Ahdi Saefudin, M.Pd Edi Suwaedi, S.Pd
NIP. 19580216 198003 1 008 NIP. 19791102 2007 01 1009






RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )


SEKOLAH : SMK NEGERI 1 CIKANDE
MATA PELAJARAN : KOMPETENSI KEJURUAN
(Pengendali Instalasi Listrik Penerangan dan Tenaga Secara Elektronik)
PROGRAM KEAHLIAN : TEKNIK LISTRIK INDUSTRI
KELAS / SEMESTER : XII / 5
STANDAR KOMPETENSI : Memasang dan mengoperasikan Sistem Pengendali Motor Listrik
PERTEMUAN KE : 13 dan 14
ALOKASI WAKTU : 6 x @ 45 menit



A. Kompetensi dasar :
 Merangkai macam-macam rangkaian pengendali elektronika daya


B. Indikator :
 Merangkai rangkaian pengendali motor dengan sensor elektroda


C. Tujuan Pembelajaran :
 Siswa dapat menggunakan peralatan bengkel
 Siswa dapat menggunakan kontaktor
 Siswa dapat menggunakan tombol pushbutton
 Siswa dapat menggunakan motor listrik
 Siswa dapat menggunakan MCB
 Siswa dapat menggunakan Sensor photo elektroda
 Siswa dapat merangkai pengendali motor dengan sensor photo elektroda

D. Materi Pembelajaran :
 merangkai pengendali motor dengan sensor elektroda

E. Metode Pembelajaran :
 Ceramah
 Diskusi / Tanya Jawab
 Demonstrasi
 Pemberian tugas

F. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran :
29. Kegiatan awal
a) Guru mengajak siswa untuk berdo’a
b) Guru memeriksa kesiapan tempat pembelajaran ( kebersihan dan kenyamanan ) serta mengecek presensi siswa
c) Guru memberikan motivasi siswa pada materi pembelajaran
d) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran



30. Kegiatan Inti
a) Kegiatan Penyajian materi Pembelajaran
1) Menggambar rangkaian pengendali motor menggunakan dengan sensor elektroda di papan tulis
2) Merangkai rangkaian pengendali motor listrik menggunakan elektroda


b) Kegiatan Siswa
1) Menyimak/merespon serta mencatat penjelasan guru
2) Merangkai pengendali motor listrik listrik dengan sensor elektroda
3) Melakukan praktek
4) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru
31. Kegiatan Akhir
a) Menyimpulkan isi materi pelajaran yang telah dibahas
b) Informasi materi pelajaran yang akan dipelajari pada pertemuan berikut
c) Berdo’a penutup

G. Sumber dan Media Belajar
32. Sumber Belajar
a) Buku : - Modul Elektronika Analog Depdiknas th 2003
- Modul Sensor dan Tranduser Depdiknas th 2008

b) Alat-alat Perkakas: - Magnetik kontaktor
- Push button
- Kabel NYA
- Motor listrik
- Sensor elektroda

2. Media Belajar : - Papan tulis, kapur tulis
- Wall Chart

H. Evaluasi / Penilaian :


Serang, 14 Juli 2009
Mengetahui :
Kepala SMK Negeri 1 Cikande Guru mata Pelajaran




Drs. Ahdi Saefudin, M.Pd Edi Suwaedi, S.Pd
NIP. 19580216 198003 1 008 NIP. 19791102 2007 01 1009










RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )


SEKOLAH : SMK NEGERI 1 CIKANDE
MATA PELAJARAN : KOMPETENSI KEJURUAN
(Pengendali Instalasi Listrik Penerangan dan Tenaga Secara Elektronik)
PROGRAM KEAHLIAN : TEKNIK LISTRIK INDUSTRI
KELAS / SEMESTER : XII / 5
STANDAR KOMPETENSI : Memasang dan mengoperasikan Sistem Pengendali Motor Listrik
PERTEMUAN KE : 15 dan 16
ALOKASI WAKTU : 6 x @ 45 menit



A. Kompetensi dasar :
 Merangkai macam-macam rangkaian pengendali elektronika daya


B. Indikator :
 Merangkai rangkaian pengendali motor dengan sensor metal


C. Tujuan Pembelajaran :
 Siswa dapat menggunakan peralatan bengkel
 Siswa dapat menggunakan kontaktor
 Siswa dapat menggunakan tombol pushbutton
 Siswa dapat menggunakan motor listrik
 Siswa dapat menggunakan MCB
 Siswa dapat menggunakan Sensor photo metal
 Siswa dapat merangkai pengendali motor dengan sensor photo metal

D. Materi Pembelajaran :
 merangkai pengendali motor dengan sensor metal

E. Metode Pembelajaran :
 Ceramah
 Diskusi / Tanya Jawab
 Demonstrasi
 Pemberian tugas

F. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran :
33. Kegiatan awal
a) Guru mengajak siswa untuk berdo’a
b) Guru memeriksa kesiapan tempat pembelajaran ( kebersihan dan kenyamanan ) serta mengecek presensi siswa
c) Guru memberikan motivasi siswa pada materi pembelajaran
d) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran



34. Kegiatan Inti
a) Kegiatan Penyajian materi Pembelajaran
1) Menggambar rangkaian pengendali motor menggunakan dengan sensor metal di papan tulis
2) Merangkai rangkaian pengendali motor listrik menggunakan metal


b) Kegiatan Siswa
1) Menyimak/merespon serta mencatat penjelasan guru
2) Merangkai pengendali motor listrik listrik dengan sensor metal
3) Melakukan praktek
4) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru
35. Kegiatan Akhir
a) Menyimpulkan isi materi pelajaran yang telah dibahas
b) Informasi materi pelajaran yang akan dipelajari pada pertemuan berikut
c) Berdo’a penutup

G. Sumber dan Media Belajar
36. Sumber Belajar
a) Buku : - Modul Elektronika Analog Depdiknas th 2003
- Modul Sensor dan Tranduser Depdiknas th 2008

b) Alat-alat Perkakas: - Magnetik kontaktor
- Push button
- Kabel NYA
- Motor listrik
- Sensor metal

2. Media Belajar : - Papan tulis, kapur tulis
- Wall Chart

H. Evaluasi / Penilaian :
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )
SMK NEGERI 1 BANGIL
TAHUN 2010/2011

Kompetensi Keahlian : Teknik Instalasi Tenaga Listrik
Mata                          : Memahami pengukuran komponen elektronika
Kelas                          : XI
Semester                     : Gasal
Alokasi Waktu            : 12 Jam pelajaran (@ 45 Menit)
Pertemuan Ke             :  1

STANDAR KOMPETENSI (SK) :
Memahami pengukuran komponen elektronika
KOMPETENSI DASAR (KD):
Mendeskripsikan konsep pengukuran besaran-besaran listrik.
PERTEMUAN KE : 1

INDIKATOR MATERI :
1. Siswa dapat mengenali alat ukur listrik(multimeter).
2. Siswa dapat membaca nilai yang tertera pada multimeter.
3. Siswa dapat menghindari kesalahan dalam pengukuran.
4. Siswa dapat menggunakan alat ukur listrik dengan baik dan benar
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, siswa dapat :
Menggunakan alat ukur listrik(multimeter).
II. MATERI POKOK PEMBELAJARAN
1. Pengertian pengukuran
2. Macam-macam besaran listrik
3. Kalibrasi alat ukur
4. Faktor-faktor kesalahan pengukuran
URAIAN SINGKAT MATERI :
Multimeter atau yang biasa kita kenal dengan AVO meter (Ampere Volt Ohm meter) merupakan salah satu alat ukur listrik yang sering kita jumpai dalam bidang pengukuran. AVO meter ada yang menggunakan pembacaan manual, ada pula yang digital. Pada AVO manual,terdapat skala-skala ukur yang digunakan sesuai keperluan. Misalnya, jika ingin mengukur besar tegangan 10 volt, maka menggunakan skala 100 lebih mudah, karena arah jarum menunjukkan tepat di angka satu sehingga mengurangi dampak kesalahan paralaks. AVO meter dapat digunakan untuk mengukur tegangan baik AC maupun DC, besar arus, hambatan dan fungsi-fungsi lainnya.
Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Resistor bersifat resesif dan umumnya terbuat dari karbon. Satuan yang dipakai adalah ohm (Ω). Resistor dibagi menjadi dua macam, yaitu resistor tetap dan resistor tidak tetap. Kita akan membahas resistor tetap beserta kode warnanya.
Nilai resistansi dilihat dari warnanya
KODE WARNA
APPLET WARNA
NILAI
TOLERANSI
Hitam
0
-----
Coklat
1
-----
Merah
2
-----
Orange
3
-----
Kuning
4
-----
Hijau
5
-----
Biru
6
-----
Ungu
7
-----
Abu-abu
8
-----
Putih
9
-----
Emas
0,1
10 %
Perak
0,01
1 %
Cara membaca nilai suatu resistor. Misalkan anda melihat sebuah resistor dengan kode warna sebagai berikut : Coklat, merah, merah, dan emas. Berapa nilai resistansi dari resistor tersebut..?. ( Perlu diingat..! : Untuk membaca angka pertama dari kode warna resistor anda harus melihat warna yang paling dekat dengan ujung sebuah resistor dan biasanya untuk angka ke-1,2 dan 3 saling berdekatan sedangkan untuk kode warna dari toleransi agak jauh dari warna-warna yang lain.
Untuk membaca kode warna resistor seperti yang dipermasalahkan diatas, kita mulai menerjemahkan satu persatu kode tersebut. Warna pertama Coklat, berarti angka 1, warna kedua warna merah, berarti angka 2, warna ketiga warna merah berarti multiflier, perkalian dengan 10 pangkat 2. kalau diterjemahkan 12 X 10 2 = 12 X 100 = 1200. Berarti 1200 Ohm. dengan nilai toleransi sebesar 10 %. Akurasi dari resistor tersebut berarti 1200 X ( 10 : 100 ) = 1200 X ( 1 : 10 ) = 120. Jadi nilai sebenarnya dari resistor tersebut adalah maximum 1200 + 120 = 1320 Ohm, sedangkan nilai minimum nya adalah 1200 - 120 = 1080 Ohm. Kenapa demikian ..? Karena karakteristik dari bahan baku resistor tidak sama, walaupun pabrik sudah mengusahakan agar dapat menjadi standart tetapi apa daya prosesnya menjadi tidak standart. Untuk itulah pabrik menyantumkan nilai toleransi dari sebuah resistor agar para designer dapat memperkirakan seberapa besar faktor x yang harus mereka fikirkan agar menghasilkan yang mereka kehendaki.
III. METODE PEMBELAJARAN :
- Ceramah
- Tanya jawab
- Unjuk Kerja
- Diskusi
IV. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN :
A. KEGIATAN AWAL ( 15 Menit )
Guru
Siswa
1. Membuka pertemuan
-Doa
-Absen
2. Menarik perhatian siswa
3. Mengulang kembali konsep pengukuran yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya
4. Memberikan pertanyaan untuk membuka materi
1. Memperhatikan hal-hal yang dijelaskan oleh guru.
2. Turut serta masuk dalam perbincangan awal mengenai pengukuran
B. KEGIATAN INTI ( 150 Menit )
Guru
Siswa
1. Ceramah
- menjelaskan tentang peralatan dan bahan-bahan yang digunakan pada proses pengenalan alat ukur.
- Guru menjelaskan cara kerja pada tiap tahapan-tahapan pekerjaan.
- Guru menjelaskan tentang penggunaan peralatan pengamanan kerja sesuai dengan prosedur yang berlaku.
- Guru menjelaskan hal-hal yang dapat merusak alat ukur
- Guru menjelaskan cara mengukur besaran
2. Siswa merapikan kembali perlatan yang telah digunakanTanya jawab
3. Memberikan tugas sesuai bahan ajar
4. Memonitor aktifitas siswa
5. Memberikan pertanyaan
1. Menyimak penjelasan
2. Melakukan aktifitas belajar
3. Menjawab pertanyaan dan menyelesaikan praktek yang diberikan.
4. Berdiskusi
C. KEGIATAN AKHIR ( 15 Menit)
Guru
Siswa
1. Membuat kesimpulan materi pelajaran
2. Menutup pertemuan
1. Memberikan komentar/bertanya
2. Menyelesaikan kegiatan belajar
V. ALAT/BAHAN DAN SUMBER BELAJAR
A. ALAT/BAHAN PEMBELAJARAN :
1. Papan tulis
2. Spidol
3. Penghapus
4. Multimeter
5. Resistor berbagai nilai
B. SUMBER BELAJAR :
1. Jobsheet Rangkaian Listrik I (Drs. Faried Wadjdi, M.Pd.,M.M. dan Prasetyo Wibowo Y., S.T.
VI. PENILAIAN :
1. Tes Lisan
2. Proses Praktikum
3. Laporan
SOAL :
1. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pengukuran! Jelaskan!(40%)
2. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan kesalahan paralaks/pembacaan? Jelaskan! (30 %)
3. Berapakah nilai besaran berikut:
a. skala volt DC 10X, jarum menunjukkan angka120 (lihat multimeter yang diberikan)! (10%)
b. skala ampere 0,01µA, jarum menunjukkan angka100 (lihat multimeter yang diberikan)! (10%)
c. skala ohm 100 ohm, jarum menunjukkan angka13 (lihat multimeter yang diberikan)!(10%)
KUNCI JAWABAN:
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pengukuran:
· Keadaan Multimeter, apakah ketika di kalibrasi jarum menunjukkan angka yang mantab(jejek) dan sampai di nol pada skala ohm meter.
· Keadaan besaran listrik(contoh:resistor), apakah layak dan memperhatikan penyesuaian selektor pemakaiannya.
· Keadaan orang yang praktek, misal: apakah terdapat gangguan penglihatan (sudut penglihatan) serta pengetahuan tentang multimeter.
· Keadaan lingkungan, misal: apakah meja alas ukur rataa atau tidak.
2 Secara umum, kesalahan pembacaan alat ukur disebabkan oleh tiga hal:
· Kesalahan oleh manusia:
(a) pembacaan tidak tegak lurus AVO meter
(b) kesalahan penaksiran skala
(c) kesalahan penyetelan alat ukur
· Kesalahan alat:
(a) Kesalahan instrument alat
(b) Baterai pada AVO untuk mengukur hambatan tidak memadai sehingga jarum tidak menunjukkan angka nol ketika dikalibrasi.
· Kesalahan lingkungan:
Dipengaruhi keadaan luar yang dapat mengganggu ketepatan alat ukur.
3. 1. 10 volt x 120 = 1200 volt
2. 0,01µA x 100 = 1µA
3. 100 ohm x 13 = 1.300 ohm
JOBSHEET
Mengukur Nilai Resistor
A. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat membaca arti kode warna dari resistor.
2. Mahasiswa dapat mengukur resistor tersebut dengan AVO meter.
3. Mahasiswa dapat menentukan bahwa resistor tersebut dalam keadaan baik atau tidak.
B. Alat dan Komponen yang dipakai
Bahan yang diperlukan: Resistor dengan nilai yang berbeda-beda.
Alat yang diperlukan : 1. Papan Protoboard
2. AVO meter
D. Langkah Kerja
1. Baca nilai resistor dan catat nilai pembacaan saudara pada table 1.
2. Tunjukkan hasil pembacaan saudara kepada asisten/ dosen, jika sudah benar mintalah AVO meter untuk langkah selanjutnya.
3. Ukurlah nilai resistor dan catat hasil pengukuran ke dalam table 1.
4. Hitunglah besar penyimpangan nilai terukur dengan harga yang tercantum pada resistor tersebut, hasil perhitungannya catat pada table 1.
5. Simpulkan apakah resistor tersebut dalam keadaan baik atau tidak, dan tulis pada table 1.
6. Jawablah pertanyaan berikut.
E. Pertanyaan dan Jawaban
1. Selain besar resistor, factor apalagi yang perlu saudara ketahui dari suatu resistor? Mengapa? Beri alasannya!
2. Dalam membaca nilai resistor dengan alat ukur, faktor apa saja yang dapat menyebabkan kesalahan paralaks / pembacaan? Jelaskan jawaban saudara!
Tabel 1
No.
Nilai Resistor
Terbaca (Ω)
Toleransi
(%)
Nilai Resistor
Terukur (Ω)
Simpangan
(%)
Kesimmpulan
1
1
5 %
1,1
0,1
Baik
2
1,2
5 %
2
0,8
Rusak
3
39
5 %
4
180
5 %
5
200
5 %
6
390
5 %
7
470
5 %
8
1.200
5 %
9
12.000
5 %
10
39.000
5 %
11
47.000
5 %
12
180.000
5 %
13
1.200.000
5 %
14
1.500.000
5 %
15
2.000.000
5 %